Tindakan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi di kamar operasi pada pasien yang akan menjalani pembedahan
1. Memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien yang sedang menjalani pembedahan
2. Memberikan kenyamanan kepada dokter bedah dalam melakukan tindakan pembedahan
3. Mengembalikan fungsi fisiologis pasien setelah menjalani pembedahan seperti saat sebelum menjalani pembedahan.
Dokter spesialis anestesi bertugas :
1. Melakukan pemeriksaan pada pasien sebelum menjalani program pembedahan melalui kunjungan pre-operasi atau konsultasi yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
2. Melakukan tindakan perbaikan atau konsultasi ke bagian lain jika ditemukan hal yang dianggap belum layak pada pasien untuk menjalani pembedahan
3. Menentukan tehnik anestesi yang terpilih pada pasien yang akan menjalani pembedahan dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan pada pasien
4. Melakukan tindakan anestesi sesuai dengan prosedur tetap
5. Memberikan pengawasan dan bimbingan kepada perawat anestesi secara berkesinambungan.
6. Senantiasa menambah dan mengembangkan keilmuan anestesi melalui pertemuan ilmiah secara berkala dan berkesinambungan.
PELIMPAHAN WEWENANG
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
Perawat anestesi bertugas :
1. Melakukan persiapan alat dan obat-obatan yang akan dipergunakan untuk tindakan anestesi pada pasien yang akan menjalani pembedahan di kamar operasi
2. Melakukan tindakan anestesi sesuai prosedur tetap atas petunjuk yang diberikan oleh dokter spesialis anestesi
3. Melakukan pengawasan atau monitoring pasien selama menjalani tindakan pembedahan
4. Melakukan upaya resusitasi dan pengelolaan apabila diperlukan selama pasien menjalani pembedahan dan pemulihan.
5. Melakukan konsultasi kepada dokter spesialis anestesi setiap akan melakukan tindakan anestesi
6. Membuat medical report / pelaporan pada pasien selama menjalani pembedahan.
7. Menambah dan mengembangkan pengetahuan ilmu anestesi yang up to date melalui kegiatan atau pertemuan ilmiah
Merupakan wewenang dan tanggung jawab dokter anaesthesi yang dibantu oleh perawat anestesi sesuai dengan bidangnya. Adapun pelayanan anestesi dan reanimasi yang dilakukan oleh perawat anestesi adalah merupakan pelimpahan wewenang dari dokter anestesi
Adanya kesepakatan dalam melaksanakan tindakan medis, keperawatan sesuai dengan hak dan kewajibannya
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi baik di ruang instalasi bedah sentral ataupun emergency.
2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar secara penuh.
3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.
Prosedur
1. Jika ada dokter spesialis anestesiologi, maka dapat dimintakan instruksi tertulis serta berikut parafnya.
2. Jika dokter spesialis anestesiologi tidak ada di tempat tetapi masih dapat dijangkau, maka dapat dimintakan instruksi secara lisan yang kemudian dapat dikonfirmasikan tertulis berikut paraf.
3. Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi, maka perawat anestesi mengerjakan sesuai dengan prosedur tetap yang telah disepakati sebelumnya atas perintah tertulis dari dokter yang melakukan pembedahan. Tanggung jawab berada pada dokter yang melakukan pembedahan
RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU
Dr. Soeroto
Ngawi
PENATALAKSANAAN
ANESTESI UMUM
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
Prosedur
Anestesi umum adalah merupakan tindakan medis dengan memberikan obat-obatan yang mengakibatkan penderita tidak sadar yang bersifat sementara.
Menghilangkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh suatu tindakan pembedahan
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi di ruang instalasi bedah sentral baik elektif / terencana maupun emergency.
2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar secara penuh.
3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.
I. OPERASI ELEKTIF
PERSIAPAN OPERASI
A. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam anamnesa :
1. Identifikasi pasien , misal: nama,umur, alamat, pekerjaan dll
2. Pernyataan persetujuan untuk anestesi yang ditandatangani oleh pasien atau wali
3. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, antara lain : penyakit alergi, penyakit paru-paru kronik ( asma bronkial, bronkitis ), penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.
4. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan yang mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.
5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami pada waktu yang lalu, berapa kali dan selang waktu. Apakah saat itu mengalami komplikasi, seperti: lama pulih sadar, memerlukan perawatan intensif pasca bedah, dll.
6. Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi, seperti : merokok, minum minuman beralkohol, pemakai narkoba.
B. PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran, anemis / tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi pernafasan.
• Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan kesulitan intubasi
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu pembekuan dan perdarahan
• Urine : protein, reduksi, sedimen
• Foto thorak : terutama untuk bedah mayor
• EKG : rutin untuk umur > 40 tahun
• Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida )
• Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal:
EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda penyakit kardiovaskuler.
Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi hati.
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal.
Penatalaksanaan
PERSIAPAN DI HARI OPERASI
1. Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi / muntah. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi , sedang anak / bayi 4-5 jam.
2. Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti defisit cairan selama puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi (dewasa) atau 3 jam sebelum operasi , untuk bayi / anak dengan rincian :
* 1 jam I : 50%
* 1 jam II : 25%
* 1 jam II : 25 %
3. Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu.
4. Perhiasan dan kosmetik harus dilepas /dihapus sebab akan mengganggu pemantauan selama operasi.
5. Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian khusus, bersih dan longgar dan mudah dilepas
6. Mintakan ijin operasi dari pasien atau keluarganya
1. Sudah terpasang jalur / akses intravena menggunakan iv catheter ukuran minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling maksimal bisa dipasang.
2. Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2
3. Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka pembedahan dapat ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut.
4. Jika pasien gelisah /cemas diberikan premedikasi :
Midazolam dosis 0,07 – 0,1mg/kgBB iv
Pada anak SA 0,01–0,015 mg/kgBB + midazolam 0,1mg/kgBB + ketamin 3 – 5mg/kgBB im atau secara intra vena SA 0,01 mg/kgBB + midazolam 0,07 mg/kgBB
5. Sebelum dilakukan induksi diberikan oksigen 6 liter/menit dengan masker ( pre oksigenasi ) selama 5 menit.
6. Obat induksi yang digunakan secara intravena :
1. Ketamin ( dosis 1 – 2 mg/kgBB )
2. Penthotal (dosis 4 – 5 mg/kgBB )
3. Propofol ( dosis 1 – 2mg/kgBB )
7. Pada penderita bayi atau anak yang belum terpasang akses intravena, induksi dilakukan dengan inhalasi memakai agent inhalasi yang tidak iritasi atau merangsang jalan nafas seperti halothane atau sevoflurane.
8. Selama induksi dilakukan monitor tanda vital ( tekanan darah, nadi maupun saturasi oksigen )
9. Pada kasus operasi yang memerlukan pemeliharan jalan nafas, dilakukan intubasi endotracheal tube.
10. Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan menggunakan asas trias anestesia ( balance anaesthesia ) yaitu : sedasi, analgesi, dan relaksasi
11. Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan agent volatile ( halothane, enflurane, maupun isoflurane ) atau TIVA ( Total Intravena Anestesia ) dengan menggunakan ketamin atau propofol.
12. Pada pembedahan yang memerlukan relaksasi otot diberikan pemeliharaan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi.
13. Ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar.
14. Setelah operasi penderita dirawat dan dilakukan pengawasan tanda vital secara ketat di ruang pemulihan.
15. Penderita dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal setelah memenuhi kriteria ( Aldrete score > 8 untuk penderita dewasa atau Stewart Score > 5 untuk penderita bayi / anak )
16. Apabila post-operasi diperlukan pengawasan hemodinamik secara ketat maka dilakukan di ruang intensif ( ICU ).
II. OPERASI DARURAT ( EMERGENCY )
1. Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang tersedia waktu.
2. Dilakukan pemeriksaan laboratorium standard atau pemeriksaan penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan.
3. Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa nasogastrik.
4. Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction menggunakan suksinil kolin dengan dosis 1 – 2 mg /kgBB.
5. Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai dengan operasi elektif.
RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU
Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN
ANESTESI REGIONAL
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Jenis
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
Anestesi regional ada 2 cara :
1. Anestesi spinal
2. Anestsesi epidural
Anestesi regional adalah merupakan tindakan medis dengan memberikan obat-obatan anestesi lokal ke ruang subarachnoid (anestesi spinal ) / rongga epidural (anestesi epidural )yang mengakibatkan terjadinya blokade sensoris dan atau motoris pada level yang dikehendaki yang bersifat sementara.
Menghilangkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh suatu tindakan pembedahan
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi di ruang instalasi bedah sentral baik elektif / terencana maupun emergency dengan menggunakan obat anestesi lokal.
2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien menjalani pembedahan
3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan.
INDIKASI :
1. Keinginan penderita
2. Operasi pada daerah lower abdominalis ( ekstremitas inferior, sectio caesaria, operasi urologi )
3. Lambung penuh
4. Penyakit mendasar : DM, kelainan katup, asma, uremia, PPOK
Prosedur
KONTRA INDIKASI :
1. Penderita menolak
2. Infeksi pada tempat penyuntikan
3. Gangguan fungsi hepar
4. Kerusakan syaraf
5. Gangguan koagulasi
6. Tekanan intra cranial tinggi
7. Sepsis
8. Pengguna obat antikoagulan
9. Pemakai pace maker
10. Pengguna obat tricyclic antidepresant, MAO inhibitor
11. Allergi obat anestesi lokal
12. Hipertensi tak terkontrol
1. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
2. Dilakukan loading cairan koloid 500 cc untuk mencegah terjadinya hipotensi
3. Dilakukan pengukuran ulang tanda vital ( tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen )
4. Tarik garis lurus melalui kedua crista iliaca , garis ini akan memotong vertebra lumbal setinggi L4 atau L4-L5 interspace
5. Posisi penderita duduk atau tidur miring untuk ibu hamil dianjurkan dalam posisi left lateral decubitus.
6. Dilakukan infiltrasi dengan anestesi lokal pada daerah puncture.
7. Dilakukan puncture pada L2-3, L3-4 atau L4-5 interspace.
8. Tehnik puncture dapat dengan mid line approach atau paramedian approach
9. Obat anestesi lokal yang digunakan lidokain 5% hiperbarik ( lidodexR ) atau bupivakain 0,5% hiperbarik ( bunascan 0,5%, decain 0,5% atau marcain 0,5% hiperbarik ) untuk anestesi spinal sedangkan untuk anestesi epidural menggunakan bupivacain isobarik ( marcain 0,5% isobarik ) atau levobupivacain isobarik ( chirocain isobarik )
10. Untuk memperpanjang kerja obat anestesi lokal dapat ditambahkan adrenalin atau catapres.
Monitoring
Komplikasi
Pengobatan komplikasi
Dilakukan monitoring tanda-tanda vital : tekanan darah , nadi dan saturasi secara kontinyu tiap 3 menit.
1. Dini : hipotensi, mual-muntah, prekardial discomfort, menggigil, depresi nafas, total spinal, anafilaktik, hematom.
2. Lambat : sakit kepala, sakit punggung, retensi urine, meningitis, sequelae neurology, chronic adhesive arachnoiditis.
3. Blok tidak adekuat
1. Hipotensi : efedrin 15 mg iv atau preventif pada m. deltoideus 15 – 20 mg im
2. Menggigil : pethidine 25 mg iv atau largactil 10 15 mg iv
3. Kejang : pentotal 2-3 mg/kgBB iv atau diazepam 0,2 mg/kgBB iv
4. Kesadaran menurun : bebaskan jalan nafas, infus kristaloid, beri O 2
5. Sakit kepala : tidur terlentang, cairan, analgetik, epidural blood patch ( 5 – 20 cc ), pengikat perut / stagen.
RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS ( DM )
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Pengertian
Kriteria diagnosis
Persiapan operasi
Diabetes melitus adalah ketidakmampuan metabolisme karbohidrat karena defisiensi aktifitas insulin ditandai dengan hiperglikemia dan glikosuria
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) > 200 mg/dl atau
2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) > 126 md/dlatau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah pembebanan glukosa 75 gram pada TTGO
DM terkontrol : gula darah 100 – 200 mg%
DM tak terkontrol: gula darah < 100 mg% atau > 300 mg%
• Pemeriksaan gula darah berkala sebelum MRS
• Penilaian keadaan metabolik, jantung, ginjal ( elektrolit, gula darah, kreatinin, BUN, protein urine, benda keton, EKG, faal hepar )
• Diabetes melitus terkendali dengan OAD/diet, pembedahan kecil/sedang yang diperkirakan dapat intake peroral pasca bedah, tidak perlu konversi OAD ke insulin.
• Kadar gula darah pra bedah dipertahankan antara 120 – 180 mg/dl ( sampel darah WB atau 140 mg/dl ( puasa ) dan 200 mg/dl ( 2 jam PP ) bila yang diperiksa plasma.
• Untuk pasien dengan regimen insulin :
Pada hari pembedahan infus D5% dengan kecepatan 100 – 150 ml / jam
Diberikan insulin ½ sampai 2/3 dosis yang biasa digunakan subkutan
Kadar gula darah diperiksa berkala setiap 4 jam selama pembedahan dan pasca bedah
Pasca bedah dini diberikan insulin ½ sampai 1/3 dosis sehari-hari.
Monitor
Tambahan insulin dapat diberikan setiap 4 – 6 jam bergantung pada hasil pemeriksaan kadar gula darah.
• Gula darah 200 – 250 mg/dl : Insulin 2 – 3 unit subkutan ( RI )
• Gula darah 250 – 300 mg/dl : Insulin 3 – 4 unit subkutan ( RI )
• Gula darah 300 – 400 mg/dl : Insulin 5 – 8 unit, periksa gula darah setelah 1 – 2jam
• Gula darah > 400 mg/dl : Insulin 10 unit, periksa gula darah setiap 1 jam
• Premedikasi dengan histamin antagonis atau metokloperamide 10 mg terutama pada pasien gastroparesis, 1,5 jam sebelum induksi.
• Tentukan urgensi operasi :
• DM tidak terkontrol :
• Elektif : tunda, terapi dulu
• Emergensi : segera terapi :
• Hipoglikemia : Dextrosa 5%
• Hiperglikemia :
• Ketonuria < +2 insulin loading dose 0,1 U/kgBB iv, lanjutkan drips 0,1 U/kg/jam sampai gula darah 250 mg%
• Ketonuria > +2 insulin loading dose 0,3 U/kg iv, lanjutkan drips: 0,1 U/kg/jam
• K+ 20 meq/jam
• Atau sliding scale : tiap urine +1 beri reguler insulin 4 U
• DM terkontrol : dapat dilakukan operasi
• Rehidrasi
Tekanan darah, Nadi, EKG, Saturasi O2 , Gula darah,Urine Output
Tehnik Anestesi
Komplikasi pasca anestesi
1. Regional Anestesi
2. General Anestesi:
• Premedikasi : atropine ( kecuali IHD ) dan benzodiasepin
• Induksi : Penthotal dan atracurium
• Maintenance : N2 O, O2 , atracurium dan isoflurane
• Hipo /hiperglikemia
• Iskemi / infark miokard
• Coma persisten
RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA
PRE-EKLAMPSIA & EKLAMPSIA
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Kriteria diagnose
Problem
Persiapan Operasi
Preeklampsia
• Kehamilan > 20 minggu
• Tekanan distolik > 110 mmHg pada wanita dengan tekanan darah yang normal sebelumnya
• Proteinuria
• Oedema
Pre eklampsia berat
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg saat istirahat atau sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg yang disertai keadaan sebagai berikut :
• Proteinuria >5 g/24 jam atau urine dipstick 3+ / 4+
• Oliguria : < 30 ml /jam selama 3 jam berturut-turut
• Gejala sistemik : edema paru, nyeri kuadran kanan atas, gangguan fungsi hepar, sakit kepala, pandangan kabur atau trombocitopenia
Hipovolemia, vasokontriksi hipertensi , edema
1. Atasi hipertensi :
a. Hidralazine : 2.5 – 5 mg iv lambat setiap 15 – 20 menit dalam 3 dosis. Sampai diastolic < 110 mmHg.
b. Labetolol : 20 mg iv kemudian dititrasi setiap 10 - 15 menit
2. Cegah kejang : MgSO4 dosis awal 4 – 6 g iv diikuti drips 1- 2 g/jam , cek kadar Mg setiap 2 – 4 jam kadar harus 4 – 7 meq/L. Diberikan jika diastolic > 100 mmHg disertai tanda impending seizure visual blurring, scotomata, dan hiperrefleksia. Antidotum MgSO4 : CaCl2 10% 10 ml
3. Oksigen : untuk mempertahankan PaO2 > 70 torr dan saturasi > 94%
4. Perbaiki sirkulasi organ vital
5. Koreksi : hipoalbumin, elektrolit, asidosis
Tehnik anestesi
Monitor
1. Regional anestesi : terpilih epidural anestesi memperbaiki renal dan uteroplacental blood flow, kontrol tekanan darah ibu lebih mudah, membantu stabilitas cardiac output
2. General anestesi : Rapid induction
• Indikasi : eklampsia dengan kejang tak terkontrol
• Premedikasi : atropine 0,01 mg/kg
• Induksi : penthotal 3mg/kg iv, succinilkolin 1-1,5 mg/kgiv
• Maitenance : N2O, O2, enflurane, dan atracurium
CVA, DIC, gagal ginjal, gagal jantung
Post operasi dilakukan observasi di ruang perawatan intensif ( ICU )
RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA
HIPERTENSI
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Kriteria diagnose
Prosedur
Persiapan Operasi
Tehnik anestesi
Derajat hipertensi menurut standart WHO
1. Ringan : diastole 90 – 105 mmHg
2. Sedang : diastole 105 – 115 mmHg
3. Berat : diastole > 115 mmHg
4. Hipertensi maligna : diastole > 130 mmHg
Sebelum operasi tentukan Urgency operasi :
1. Elektif : tunda, terapi dulu sampai tensi < 160/100 mmHg
2. Emergency : segera terapi preoperasi
• Diuretika
• Hidralazine : 5 mg iv, total 20 mg
• Nifedipin sublingual
• Nitropruside : 10 – 100 mg/mnt
1. Terapi hipertensi diteruskan menjelang praoperasi
2. Rehidrasi, bila terdapat dehidrasi
3. Koreksi bila ada gangguan : elektrolit, asam basa, ureum, kreatinin
4. Atasi komplikasi
5. Periksa : EKG, foto thorak, Laboratorium ( elektrolit, asam basa, ureum,kreatinin, gula darah,kolesterol )
• Premedikasi :
Midazolam 0,07 mg/kg im setengah jam sebelum operasi atau dengan neurolep analgesia : droperidol 0,1 – 0,15 mg/kgiv + pethidin 1 mg/kg iv atau fentanil 1-2ug/kg iv.
Monitor
Komplikasi pasca anestesi
1. General anestesi :
Induksi : pentotal 4 – 5mg/kg iv atau propofol 2 – 2,5 mg/kg iv
Pelumpuh otot : suksinilkolin 1 – 1,5 mg/kg iv, atrakurium 0,5mg/kgiv, vecuronium 0,1 mg/kg iv atau rokuronium 0,6 mg/kg iv
Lidokain 2% 1,5 mg/kg iv atau fentanil1 – 2 ug/kg iv
Rumatan anestesi : N2O, O2 , isoflurane/sevoflurane, atrakurium / vecuronium
2. Regional Anestesi :
Dapat dilakukan sebelumnya di loading cairan dahulu 10 – 15 cc/kg bb. Hindari spinal anestesi dapat terjadi herniasi otak karena kebocoran LCS akibat peningkatan TIK
Tekanan darah, Nadi, EKG,produksi urine, dan perdarahan
1. Kardiovaskuler : CAD, LVH, CHF, Dysritmia
2. Renovaskuler : Renal insuffisiensi
3. Neurovaskuler : gangguan neurologis, stroke
RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA
GANGGUAN FUNGSI HATI
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Persiapan pre operasi
Persiapan Operasi
Pemeriksaan pre operasi :
1. EKG
2. Foto thorak
3. BGA
4. Laboratorium :
• Homeostasis glukosa : gula darah
• Metabolisme bilirubin : bilirubin
• Sintesa protein : Albumin
• Sintesa protrombine : jumlah protrombin dan protrombin time
• Liver function test : SGOT, SGPT, LDH, alkaliphospatase
• Darah : Hb, lekosit, diff count, CT, BT
• Auto antigen : HbSAg
• Fungsi ginjal : Ureum, creatinin, dan elektrolit
Koreksi bila terdapat :
• Hipoglikemia : beri dextrose 5%
• Hiperbilirubinemia : bila > 20 mg% berikan manitol 20% : 0,25 - 1 g/kg per drips sampai diuresis > 50 ml/jam
• Hipoalbuminemia : bila < 3 g% berikan albumin 25%
• Drfisiensi protrombin : vit K injeksi 10 – 20 mg im tiap 6 jam
• Gangguan elektrolit
• Gangguan asam basa
• Ureum creatinin meninggi : dialisa
Tehnik anestesi
Monitor
Komplikasi
Atasi :
• Ascites : diuretika atau parasintesis
• Perdarahan GIT bagian atas : endoskopi
• Anemia : transfusi
• Terapi kortikosteroid : berikan hidrokortison
1. Regional anestesi : Jika tidak terdapat gangguan koagulasi
2. General anestesi :
• Hindari : obat depresi HBF ( hepatic blood flow ) hepatotoksik, obat yang di metabolisme dan ekskresi oleh hepar
• Hindari : succinilkolin, karena defisiensi kolinesterase
• Hindari : Halotan hepatotoksik
• Premedikasi : atropin, benzodiasepin
• Induksi : Ketamine 1 mg/kg iv dan atracurium 0,5mg/kg iv
• Maintenance : Ketamin drips, O2 , atracurium
Tekanan darah, Nadi, EKG, dan urine out put
Hepatorenal syndrome, enchepalopati, hipoglikemia
RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA
DENGAN LAMBUNG PENUH
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Problem
Persiapan pre operasi
Tehnik anestesi
1. Aspirasi isi lambung
2. Dapat terjadi Mendelsons syndrome : pH< 2,5 dan volume > 0,4ml/kg
3. Particulate material dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
1. Pasang nasogastric tube
2. Berikan H2 antagonis: simetidin 300mg iv
1. Regional anestesi
2. General anestesi : Rapid induction atau awake intubation. Ekstubasi harus sadar penuh
Tehnik rapid induction :
a. Pre oksigenasi : 3 – 5 menit , flow 7 liter/mnt
b. Prekurarisasi : dengan non depolarisasi muscle relaksan
c. Induksi : setelah tertidur lakukan cricoid pressure ( sellick’s manuver )
d. Suksinilkolin 1 – 1,5 mg/kg iv dan jangan diinflasi
e. Intubasi, setelah terpasang ETT cricoid pressure dihentikan.
RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA
HYPERTHYROID
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Problem
Persiapan pre operasi
Thyroid krisis akibat :
1. Pembedahan : insisi , manipulasi
2. Medikal : stress psikis, agent anestesi volatil, ketoasidosis, toksemia.
Gejala krisis tiroid :
1. Hipermetabolik : suhu > 390 C , keringat berlebihan
2. Cardiovaskuler : takikardi, disritmia
3. Respirasi : hiperventilasi
4. Neurologi : gelisah, kejang
5. Gastrointestinal : mual, muntah, diare
ELEKTIF
1. Tunda dan terapi sampai euthyroid dengan :
• PTU : initial dose 75 - 200 mg peros tiap 8 jam, kemudian 30 – 100 mg tiap 6 – 8 jam
• Lugol : 2 – 6 tetes 4 kali sehari peros
• Propanolol : 10 – 60 mg 3 kali sehari per os
EMERGENCY
Segera terapi dengan :
• Na iodida : 1-2 gram iv drips, hambat sekresi hormon
• Reserpin : 2,5 mg im, kurangi efek hormon terhadap target organ/ simpatolitik
• Hidrokortison : 100-300 mg iv, dapat diulang sampai total 0,1 mg/kg sampai HR < 90/mnt
1. Koreksi hipertiroid
2. Rehidrasi
3. Turunkan suhu
4. Koreksi : elektrolit, asam basa
Tehnik anestesi
Monitor
Komplikasi
Pemeriksaan pre operasi
1. Jalan nafas
2. Laboratorium rutin
3. Foto ontgen leher
4. Thyroid function test : T3 , T4 dan TSH
Operasi non thyroid :
• Regional atau Deep GETA
Operasi Thyroid :
• Premedikasi : cegah takikardi
• Induksi : penthotal
• Maintanance : N2O, O2, Atracurium, Isoflurane
Tekanan darah, nadi, EKG, saturasi O2, temperatur
1. Nervus laringeal terputus trakeomalasia perlu trakeostomi
2. Glandula parathyroid terangkat hipokalsemia terapi Ca glukonas 10% 10-30ml
3. Krisis tiroid
RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA SECTIO CAESARIA
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Problem
Tehnik anestesi 1. Ibu masuk rumah sakit pada hari saat akan melahirkan
2. Ada dua insan yang perlu diperhatikan yaitu ibu dan bayi yang akan dilahirkan
3. Puasa tidak cukup / lambung penuh, adanya resiko muntah,regurgitasi dan aspirasi setiap saat
4. Terjadi perubahan fisiologi ibu hamil
5. Efek obat yang diberikan dapat mempengaruhi bayi karena menembus sawar barier plasenta
A. REGIONAL ANESTESI
B.
SPINAL ANESTESI
1. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
2. Pasang akses intravena dengan abocath 18 dan transfusi set
3. Pasang DC
4. Loading cairan koloid 500 cc
5. Persiapan general anestesi ( anestesi umum )
Tehnik :
• Ibu dalam posisi duduk atau left lateral decubitus
• Lakukan desinfeksi di daerah suntikan jarum spinal dan sekitarnya
• Infiltrasi daerah space suntikan dengan lidokain 2%
• Dilakukan tusukan jarum spinal ukuran 25G pada space L3-4 atau L 4-5
• Setelah masuk ruang sub arachnoid dengan ditandai keluarnya cairan serebrospinal yang jernih, dimasukkan obat anestesi spinal sesuai dengan tinggi blok / durasi operasi.
• Ibu dikembalikan pada posisi supine ( telentang )
• Setelah bayi lahir diberikan sedasi sedacum 0,07 mg/kgBB
Monitor
Komplikasi
1. Monitor tekanan darah setiap 3 menit
2. Respirasi dan nadi
3. Tinggi blok
Komplikasi yang sering terjadi :
1. Total blok spinal dilakukan monitoring tinggi blok secara baik
2. Blok gagal / parsial dilanjutkan atau di kombinasi dengan general anestesi
3. Nyeri kepala hebat ( PDPH ) dilakukan penyuntikan blood patch
ANESTESI UMUM :
1. Prosedur sama seperti penatalaksanaan anestesi umum dengan mempertimbangkan dua kehidupan yang harus diselamatkan
2. Pemberian obat yang cenderung mempengaruhi janin diberikan setelah bayi lahir.
RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI
INSTALASI
ANESTESI
Disahkan oleh :
Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA TINDAKAN KURET / LAPARASKOPI PADA MOW
Prosedur tetap
No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Persiapan pre operasi
Tehnik anestesi
Monitoring
1. Prosedur rutin persiapan preoperasi pada tindakan anestesi umum
2. Tersedianya perlengkapan resusitasi
Premedikasi
• Sulfas Atropin : 0,01 – 0,05mg/kgBB
• Midazolam : 0,07 – 0.1 mg/kgBB
• Pethidin : 1 – 2 mg/kgBB
• Vomceran : 8 mg
Induksi dan pemeliharaan
• Ketamin : 1 – 2 mg/kgBB
• Recofol 1% : 1 – 2 mg/kgBB
• Diberikan O2 3 liter / menit dengan memakai kanula
1. Dilakukan pengukuran tanda-tanda vital
2. Dilakukan pengawasan respirasi